Gunung Ciremai merupakan surga bagi para petualang di alam liar. Pada bagian puncak, terdapat cekungan kawah sejauh mata memandang dan senantiasa mengeluarkan kepulan asap raksasa. Dari bagian puncak ini, kemudian, para petualang juga bisa menyaksikan hamparan Kota Kuningan, Kota Brebes, Kota Cirebon dan birunya perairan laut Pantai Utara.
Hampir setiap tahun, terutama pada musim libur atau 17 Agustus, Gunung yang pada tahun 2005 dideklarasikan sebagai Taman Nasional selalu di padati para pendaki. Meski tidak ada data yang cukup akurat, dari tahun ke tahun, jumlah pengunjung ke gunung tertinggi di Jawa Barat ini cenderung meningkat.
Berbeda dengan gunung-gunung lainnya di Jawa Barat, untuk mencapai puncak Gunung Ciremai, para pendaki akan menghadapi kesulitan tersendiri. Selain jalurnya yang cukup terjal, gunung berketinggian 3.078 mdpl ini sulit sekali menyediakan air bagi para pendaki sehingga harus menyiapkan air dari bawah. Sumber mata air hanya bisa ditemukan di bawah ketinggian 2.000 mdpl. Namun bagi para petualang, kondisi ini bukan suatu kendala, melainkan suatu tantangan.
Ada tiga jalur menuju puncak Gunung Ciremai ini. Pertama, jalur Majalengka. Kedua, jalur palutungan. Ketiga, jalur Linggarjati. Dari ketiga jalur ini, Palutungan merupakan jalur yang paling banyak digunakan. Hal ini karena aksesnya lebih mudah.
Dalam menuju puncak Gunung Ciremai, para pendaki akan disuguhi pemandangan yang berbeda, silih berganti. Pada bagian bawah, para pendaki dipastikan akan menyaksikan hutan pinus yang usianya sudah mencapai puluhan tahun. Pada bagian tengah, para pendaki akan menyaksikan indahnya hutan perawan dataran tinggi. Pada bagian atas, para pendaki akan menikmat indahnya hamparan bunga abadi (edelwise). Sementara di bagian puncak, para pendaki akan disambut oleh tebing kawah berpasir yang sangat luas dan dalam.
Selain menyajikan keindahan tumbuhan, Gunung Ciremai juga menyajikan berbagai hewan liar yang sangat menarik. Dari sekian banyak satwa itu, beberapa satwa yang bisa dijumpai diantaranya macan kumbang (Panthera pardus), kijang (Muntiacus muntjak), landak (Zaglossus brujini), surili (Presbytis comata), babi hutan (Sus scrofa) dan elang jawa (Spizaetus bartelsii). Masih di sepanjang jalur pendakian, para pendaki juga akan menyaksikan indahnya kupu-kupu yang memiliki sayap berwarna-warni.
Bagi pengunjung yang tidak berminat menaiki puncak, Gunung Ciremai juga menyajikan ”fasilitas” dan keindahan alam lainnya sehingga tetap bisa memberikan daya tarik. Beberapa fasilitas dan keindahan alam lainnya yang cukup menarik adalah Bumi Perkemahan Palutungan, Curug Cilengkrang, Curug Sawer, dan Curug Sabuk. Selain itu, terdapat juga fosil pohon usia muda, serta miniatur alam stalaktit dan stalakmit.
Sayangnya, pada beberapa tempat, Gunung Ciremai sedang mendapatkan ancaman sehingga merusak kelestarian dan keaslian ekosistemnya. Di blok Gunung Sirah misalnya, kawasan Gunung Ciremai sudah disulap menjadi ladang sayuran, luasnya mencapai 914,9 ha. Menurut penelitian LSM Akar tahun 2004, total kawasan hutan yang sudah dikonversi menjadi kebun sayuran mencapai 4.829,9 ha (?). Selain perubahan lahan, bentuk ancaman lainnya adalah penebangan liar dan kebakaran hutan. Jenis kayu yang diambil pada penebangan ini adalah rasamala (Altingia excelsa), jamuju dan kihujan. Kegiatan penebangan liar sudah mencapai ketinggian 2.100 mdpl. Sementara itu, luas areal yang terbuka akibat kebakaran hutan, menurut data tahun 2002, mencapai 2.000 ha. Tentunya, hingga saat ini, areal yang terbakar ini kian meluas mengingat dari tahun ke tahun kebakaran di Gunung Ciremai senantiasa terjadi.
Jelas sudah, Gunung Ciremai merupakan salah satu gunung di Jawa Barat yang memiliki sumberdaya dan keindahan alam yang tidak terhingga. Sayangnya, dewasa ini, gunung yang dimitoskan dengan cerita nini pelet ini tengah mendapatkan tekanan berupa konversi lahan, penebangan liar, dan kebakaran hutan sehingga mengancam kelestarian, keaslian dan keasrian ekosistemnya. Karena itu, perlu dukungan para pihak untuk melestarikannya agar Gunung Ciremai tetap berdiri kokoh dan senantiasa menjadi surga bagi seluruh mahluk hidup.
Hampir setiap tahun, terutama pada musim libur atau 17 Agustus, Gunung yang pada tahun 2005 dideklarasikan sebagai Taman Nasional selalu di padati para pendaki. Meski tidak ada data yang cukup akurat, dari tahun ke tahun, jumlah pengunjung ke gunung tertinggi di Jawa Barat ini cenderung meningkat.
Berbeda dengan gunung-gunung lainnya di Jawa Barat, untuk mencapai puncak Gunung Ciremai, para pendaki akan menghadapi kesulitan tersendiri. Selain jalurnya yang cukup terjal, gunung berketinggian 3.078 mdpl ini sulit sekali menyediakan air bagi para pendaki sehingga harus menyiapkan air dari bawah. Sumber mata air hanya bisa ditemukan di bawah ketinggian 2.000 mdpl. Namun bagi para petualang, kondisi ini bukan suatu kendala, melainkan suatu tantangan.
Ada tiga jalur menuju puncak Gunung Ciremai ini. Pertama, jalur Majalengka. Kedua, jalur palutungan. Ketiga, jalur Linggarjati. Dari ketiga jalur ini, Palutungan merupakan jalur yang paling banyak digunakan. Hal ini karena aksesnya lebih mudah.
Dalam menuju puncak Gunung Ciremai, para pendaki akan disuguhi pemandangan yang berbeda, silih berganti. Pada bagian bawah, para pendaki dipastikan akan menyaksikan hutan pinus yang usianya sudah mencapai puluhan tahun. Pada bagian tengah, para pendaki akan menyaksikan indahnya hutan perawan dataran tinggi. Pada bagian atas, para pendaki akan menikmat indahnya hamparan bunga abadi (edelwise). Sementara di bagian puncak, para pendaki akan disambut oleh tebing kawah berpasir yang sangat luas dan dalam.
Selain menyajikan keindahan tumbuhan, Gunung Ciremai juga menyajikan berbagai hewan liar yang sangat menarik. Dari sekian banyak satwa itu, beberapa satwa yang bisa dijumpai diantaranya macan kumbang (Panthera pardus), kijang (Muntiacus muntjak), landak (Zaglossus brujini), surili (Presbytis comata), babi hutan (Sus scrofa) dan elang jawa (Spizaetus bartelsii). Masih di sepanjang jalur pendakian, para pendaki juga akan menyaksikan indahnya kupu-kupu yang memiliki sayap berwarna-warni.
Bagi pengunjung yang tidak berminat menaiki puncak, Gunung Ciremai juga menyajikan ”fasilitas” dan keindahan alam lainnya sehingga tetap bisa memberikan daya tarik. Beberapa fasilitas dan keindahan alam lainnya yang cukup menarik adalah Bumi Perkemahan Palutungan, Curug Cilengkrang, Curug Sawer, dan Curug Sabuk. Selain itu, terdapat juga fosil pohon usia muda, serta miniatur alam stalaktit dan stalakmit.
Sayangnya, pada beberapa tempat, Gunung Ciremai sedang mendapatkan ancaman sehingga merusak kelestarian dan keaslian ekosistemnya. Di blok Gunung Sirah misalnya, kawasan Gunung Ciremai sudah disulap menjadi ladang sayuran, luasnya mencapai 914,9 ha. Menurut penelitian LSM Akar tahun 2004, total kawasan hutan yang sudah dikonversi menjadi kebun sayuran mencapai 4.829,9 ha (?). Selain perubahan lahan, bentuk ancaman lainnya adalah penebangan liar dan kebakaran hutan. Jenis kayu yang diambil pada penebangan ini adalah rasamala (Altingia excelsa), jamuju dan kihujan. Kegiatan penebangan liar sudah mencapai ketinggian 2.100 mdpl. Sementara itu, luas areal yang terbuka akibat kebakaran hutan, menurut data tahun 2002, mencapai 2.000 ha. Tentunya, hingga saat ini, areal yang terbakar ini kian meluas mengingat dari tahun ke tahun kebakaran di Gunung Ciremai senantiasa terjadi.
Jelas sudah, Gunung Ciremai merupakan salah satu gunung di Jawa Barat yang memiliki sumberdaya dan keindahan alam yang tidak terhingga. Sayangnya, dewasa ini, gunung yang dimitoskan dengan cerita nini pelet ini tengah mendapatkan tekanan berupa konversi lahan, penebangan liar, dan kebakaran hutan sehingga mengancam kelestarian, keaslian dan keasrian ekosistemnya. Karena itu, perlu dukungan para pihak untuk melestarikannya agar Gunung Ciremai tetap berdiri kokoh dan senantiasa menjadi surga bagi seluruh mahluk hidup.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar