Ada yang mengatakan masa muda adalah masa yang paling menyenangkan. Ada juga yang mengatakan, masa muda adalah masa untuk mencari jati diri.
Bagi KSH angkatan 33, pastinya juga bagi semua mahasiswa Fahutan IPB, masa kuliah (baca masa muda) adalah masa yang meng"ASIK"an. Semua mahasiswa yang pernah kuliah di fahutan IPB tentunya masih faham betul kepanjangan dari ASIK. A berarti Agamis. S berarti Sportif. I berarti Inovatif. Dan, K berarti Kreatif. Moto itu telah menjadi "pegangan hidup" bagi mahasiswa Fahutan IPB.
Banyak kenangan, memang, di saat-saat kita kuliah. Ada canda, ada tawa, ada haru, bahkan terkadang ada masa-masa ketika kita tak kuasa menahan tetesan air mata. Kenangan itu, barangkali, terlalu manis untuk kita lupakan begitu saja. Kenangan itu begitu penuh makna.
Tentu kita masih ingat, ketika kita jalan-jalan ke Megamendung. Perjalanan yang dikomandani oleh Sopyan Iskandar (sumpit) ini dimulai dari Kampus IPB Baranang Siang, selepas kuliah sore. Dalam perjalanan itu, kita juga mengikutsertakan dua orang tamu dari luar jurusan kita, Ari (embe), dan Dewo (?) (kalo tidak salah). Turun dari angkot, kita tidak langsung mencapai lokasi, melainkan harus satu kali lagi naik kendaraan umum (kalo tidak salah bak terbuka yah). Ketika itu, hari sudah menjelang maghrib. Selepas turun dari mobil terakhir, hari sudah gelap. Sambil beristirahat sebentar, kita juga menyempatkan diri untuk shalat maghrib pada sebuah mushola kecil yang berada di samping kolam.
Tanpa berbekal senter, kita melanjutkan perjalanan menuju tempat yang kita tuju. Selepas isa, akhirnya, kita sampai juga di depan rumah panggung dan berdinding bilik bambu. Sambil menunggu pagi, temen-temen cewe tidur di dalam rumah, dan laki-laki tidur di halaman berselimutkan lagit berkabut. Saya masih ingat, untuk mengurangi hawa dingin, temen-temen membuat api unggun, dan tidur di samping api tersebut. Saya juga masih ingat, pada saat bangun pagi, jois (Retno Jois) sudah berada disamping api unggun yang semalaman menyala. Tapi, saya lupa, apa yang dia lakukan dan katakan.
Hari sudah sedikit siang. Matahari sudah tidak lagi malu-malu untuk menampakkan diri. Kita (KSH 33), bersiap-siap menuju sebuah air terjun dan anak sungai. Cukup jauh, memang, curug yang kita tuju itu. Selain jalannya naik, kita juga berbatu. Sesampainya di tempat yang dituju, para cowok mandi berame-rame. Lain halnya dengan Aji Setiaji. Dia tidak langsung mandi seperti kami, melainkan langsung ke bagian hulu sungai. Tak lama kemudian, dia kembali dengan kaki yang berdarah. Jelas saja, kita semua merasa kaget dengan kejadian itu. Yang harusnya kita senang-sengan, kita malah kuatir sekaligus ngeri melihat kaki si Gocap. Karena itulah kita pun pulang menuju rumah tempat kita menginap.
Di tengah perjalanan menuju pulang, saya juga masih ingat, bagian belakang Yuni Morante (bagian mananya ayo.....) terlihat darah merembes melalui celana jeansnya. Dan Yuni pun menjadi histeris. Ternyata, Yuni di gigit Pacet. Tapi saya tidak ingat, orang yang mengambil pacet dari tubuh ibu yang panggilannya Qinuy itu, yang jelas bukan cowok (kalo tidak salah, shanti yah??).
Oh... ya.... saya juga masih ingat teguran eru sama saya. Sebenarnya itu bukan teguran eru, tapi teguran Tyas untuk saya. Karena Tyasnya tidak berani, maka nyuruh eru. Pengen tau tegurannya apa? saya tidak berani menuliskannya, malu. Tanyain aja langsung ama Tyas, itu juga kalo ibu Tyas nya masih ingat. Mudah-mudahan, ibu Tyasnya masih lupa, ha...ha....ha......
Tidak memerlukan waktu setengah jam, kita sudah sampe lagi di rumah bilik bambu itu. Karena dingin dan dari pagi belum sarapan, perutpun mulai lapar. Kebetulan yang punya rumah sudah nyiapin makanan buat kita, lauknya goreng ikan asin, sambal, dan lalap (bayar buat makannya berapa yah? saya lupa lagi). Menjelang sore, kita pun pulang menuju bogor, menuju kostannya masing-masing.
2 komentar:
Waktu ke mega mendung seru banget... pengen lagi kayak dulu... thanks Pak Otoy dah bikin narasi ini...(IBOK)
http://saungfahutan.blogspot.com/
Posting Komentar