Pada tahun 1980-an, produk transgenik disanjung, dipuji, dan dianggap dewa penyelemat umat manusia di muka bumi dalam mengatasi kekurangan pangan dunia. Akan tetapi, generasi sepuluh tahun berikutnya berbicara lain. Pada tahun 1990-an, produk transgenik telah mendapat penolakan dari banyak negara terutama negara-negara Eropa dan Asia. Produk ini telah menjadi monster yang paling menakutkan umat manusia.
Apa itu transgenik? Transgenik adalah suatu proses rekayasa mahluk hidup yang memiliki sifat-sifat lebih unggul (sesuai yang diinginkan) daripada jenis sebelumnya yang tidak memperoleh perlakuan pengkayaan gen (pembawa sifat mahluk hidup) dari mahluk hidup lainnya. Teknologi transgenik adalah teknologi yang merakit suatu individu dengan menyisipkan gen (pembawa sifat tertentu) yang diisolasi dari individu tertentu ke dalam individu lain sehingga diperoleh individu yang diinginkan. Misalnya, gen manusia dimasukan ke dalam babi untuk mendapatkan daging babi yang rendah lemak, atau gen ikan direkayasa ke dalam tomat untuk menciptakan tomat yang tahan beku. Misalnya lagi, gen penghasil susu manusia direkayasa ke dalam sapi untuk menciptakan sapi yang siap memproduksi susu dengan komposisi mirip air susu manusia. Ringkasnya, transgenik merupakan teknologi ”gunting tempel” gen (rantai DNA) untuk menciptakan mahluk hidup yang sesuai dengan yang diinginkan dan tidak pernah ada sebelumnya.
Teknologi transgenik atau rekayasa genetika dikembangkan guna mengatasi berbagai masalah, misalnya merakit varietas baru agar mempunyai sifat-sifat yang menguntungkan (tahan hama, tahan penyakit, tahan kering, mempunyai kandungan tertentu, mempunyai nilai estetika tinggi, produksi tinggi dan lainnya). Bahkan, para ahli bioteknologi dan perusahaan bioteknologi mempromosikan organisme transgenik sebagai produk yang dapat memecahkan masalah kelaparan, penyakit, krisis lingkungan, dan krisis keanekaragaman hayati.
Pertanyaannya, benarkah produk rekayasa genetika tersebut mampu mengatasi permasalahan pangan dan krisis lingkungan hidup? Kelompok Lingkungan GRAIN (1994) mencatat berbagai kasus akibat konsumsi produk bioteknologi terhadap kesehatan dan lingkungan. Ribuan anak di Amerika Serikat mengalami leukimia dan melanoma setelah diberikan hormon pertumbuhan hasil rekayasa genetika, yang sebelumnya hormon tersebut dinyatakan aman. Kasus lainnya adalah pemberian hormon pada sapi di Amerika dan Eropa. Sapi yang diberi hormon bovine growth hormone (BGH) sering sakit-sakitan, meskipun produksi susunya bisa ditingkatkan sampai 20 persen. Akibatnya, Masyarakat Ekonomi Eropa dan AS mengajukan moratorium (penghentian sementara) 7 sampai 15 tahun untuk penggunaan BGH. BGH merupakan hormon tumbuh sapi hasil rekayasa genetik dengan bantuan bakteri.
Dimaklumi, teknologi rekayasa genetika merupakan teknologi yang sangat mahal dan perlu kehati-hatian serta pengujian secara seksama. Akan tetapi, hampir semua produk dari rekayasa genetika belum teruji benar dalam aspek kesehatan. Di Inggris misalnya, sebanyak 500 orang penderita diabetes pingsan setelah menggunakan insulin hasil rekayasa genetika. Akibatnya, para korban telah menuntut perusahaan penghasil insulin itu untuk diadili.
Rissler dan Mellon (1993) dalam Jhamtani (2001) menggambarkan empat kemungkinan resiko akibat pelepasan tanaman transgenik. Pertama, tanaman transgenik dapat berubah menjadi gulma yang akan membanjiri ladang, lahan dan ekosistem. Kedua, tanaman transgenik akan menjadi perantara bagi perpindahan gen-gen baru ke tanaman liar. Ketiga, tanaman transgenik yang direkayasa dengan menyisipkan virus akan memfasilitasi terciptanya virus-virus baru yang dapat menimbulkan penyakit baru pada tanaman pertanian. Keempat, tanaman transgenik yang direkayasa agar mengandung bahan-bahan beracun yang bersifat obat atau pestisida akan membawa resiko bagi mahluk lain, misalnya burung dan hewan-hewan lain. Jhamtani (2001) menambahkan, ancaman paling serius adalah (1) munculnya persaingan dari tanaman rekayasa genetika, dan (2) perpindahan gen baru dari tanaman hasil rekayasa genetika ke tanaman lain melalui perpindahan tepung sari, yang seringkali dinamakan sebagai ’polusi biologi’.
Dalam dunia pertanian, para ilmuwan telah akrab senyawa endotoksin yang dihasilkan oleh bakteri Bacillus thurigniensis (Bt). Senyawa ini diketahui mampu mematikan ulat hama pertanian. Karena itu, tanaman jagung dan tanaman transgenik lainnya yang dimasukan gen endotoksin Bt dapat mengurangi ketergantungan petani terhadap pestisida. Akan tetapi, dokumen rahasia mengungkapkan, Clavabacter xyli (vektor yang digunakan untuk memindahkan gen endotoksin Bt) menyebabkan kekerdilan pada jagung dan ratusan tanaman penting lainnya.
Pada beberapa kasus, komersialisasi tanaman transgenik telah mendorong penggunaan pemusnah serangga lebih banyak sehingga mengancam lingkungan. Kelapa sawit hasil Unilever di Malaysia terbukti memerlukan pestisida enam kali lebih banyak daripada tanaman biasa untuk melindunginya dari hama. Tidak hanya itu, kelapa sawit ini juga ternyata gagal berbunga.
Senada dengan perkiraan Rissler dan Mellon, tanaman transgenik sangat berisiko mengkontaminasi gen tanaman yang masih alami dan dampaknya tidak dapat dipulihkan. Di Mexico, jagung hasil rekayasa genetika yang dibudidayakan telah mencemari varietas jagung lokal. Dengan tiupan angin, serbuk sari dari jagung transgenik dapat terbang ke tempat lain dan menempel pada kepala putik jagung lokal. Sementara itu, penelitian ilmuwan Cina menemukan serbuk sari padi rekayasa genetika dapat terbang sejauh 110 meter dengan kecepatan angin yang tinggi, sehingga berpotensi mencemari padi-padi lokal. Dengan kemampuan terbangnya, padi rekayasa genetika dapat menyebar ke lingkungan lain dan bersilang dengan organisme alami dan di masa yang akan datang dampaknya tidak dapat diperkirakan dan dikendalikan. Padahal, Cina adalah pusat sumber genetika padi terbesar di dunia, lebih dari 75.000 varietas padi ada di sana.
Pendapat ilmuwan Cina ini dikuatkan dengan pendapat Dwi Andreas Santosa, dari Indonesian Center for Biodiversity and Biotechnology. Dia mengungkapkan, dampak atau risiko transgenik dalam jangka panjang sulit dianalisis. Menurutnya juga, tidak seorang ilmuwan pun yang sanggup menyatakan transgenik aman 100 persen. Menurut Jhamtani (2001), pencemaran tanaman transgenik lebih serius daripada pencemaran kimia. Sekali dilepaskan dan berbiak di alam, gen-gen hasil rekayasa ini tidak dapat ditarik kembali dari lingkungan.
Selain kontaminasi gen, komersialisasi tanaman transgenik akan mengurangi keanekaragaman hayati lokal bahkan dunia. Budidaya tanaman transgenik biasanya dilakukan secara monokultur sehingga melenyapkan varietas-varietas lokal yang kaya sumber genetiknya. Kegiatan ini tentunya akan signifikan bagi negara-negara yang memiliki keanekragaman hayati yang sangat tinggi, terutama negara-negara berkembang–termasuk Indonesia.
Pada beberapa negara, tanaman transgenik juga telah menimbulkan kematian hewan ternak yang mengkonsumsi bagian dari tanaman tersebut. Laporan dari India menyebutkan, sedikitnya 1.800 domba mati karena reaksi toksik saat makan sisa-sisa tanaman kapas transgenik di empat desa di negara bagian Andhra Pradesh. Kasus yang sama terjadi juga di Jerman. Beberapa sapi mati setelah makan jagung transgenik produk Syngenta, dan beberapa sapi lainnya terpaksa dipotong karena penyakit yang tidak diketahui.
Ada juga penelitian yang menunjukkan bahwa hewan yang memakan tanaman transgenik telah mengalami gangguan pada sistem organnya. Dr. Arpad Pustzai beserta timnya menemukan, tikus muda yang diberi makan kentang transgenik mengalami kerusakan dalam setiap sistem organ termasuk penebalan dalam lapisan dinding perut. Penebalan lapisan ini dua kali lebih besar dibanding tikus yang tidak diberi makan kentang transgenik. Di Mesir, para ilmuwan juga menemukan dampak serupa pada tikus yang diberi makan kentang transgenik jenis lain. Di Amerika Serikat, data yang dikumpulkan sejak tahun 1990an oleh Badan Makanan dan Obat AS (USDA) menunjukkan, tikus yang diberi makanan tomat transgenik mengembangkan lubang dalam perut hewan tersebut. Tidak hanya itu, studi yang dilakukan Monsanto menunjukkan, konsumsi jagung transgenik telah menimbulkan abnormalitas ginjal dan darah yang sangat serius. Monsanto merupakan produser produk transgenik terbesar di dunia.
Penemuan lainnya menunjukkan, produk transgenik dapat mengancam keturunan mahluk hidup. Tanaman transgenik yang dikonsumsikan kepada induk hewan telah menghambat pertumbuhan keturunan dari hewan tersebut bahkan menjadi rentan terhadap kematian. Dr Irina Ermakova dari Academy of Science Rusia memaparkan, sebanyak 36 persen tikus yang lahir dari induk yang diberi makan kedelai transgenik, pertumbuhannya amat terhambat dibandingkan dengan 6 persen tikus yang lahir dari induk yang diberi makan kedelai non-transgenik. Selanjutnya, dalam tiga minggu, sebanyak 55,6 persen anak dari tikus yang diberi makan kedelai transgenik mati. Tingkat kematian ini mencapai enam hingga delapan kali kematian anak dari tikus yang diberi makan kedelai non-transgenik. Selama tiga kali eksperimen, Ermakova dan timnya selalu mendapatkan hasil yang hampir sama.
Melengkapi penemuan Dr. Irina Ermakova, ternyata, tingginya resiko kematian terjadi juga pada hewan yang langsung mengkonsumsi produk transgenik. Studi yang dilakukan perusahaan Aventis menunjukkan, ayam yang diberi makan jagung transgenik tahan glufosinat mempunyai kemungkinan mati dua kali lipat dibandingkan tikus kontrol.
Penelitian di Canberra, Australia, melaporkan, sebuah protein yang tidak berbahaya dalam kacang ketika ditransfer atau disisipkan ke kacang kapri menyebabkan inflamasi pada paru-paru tikus dan merangsang reaksi pada protein lain di dalam. Ini terjadi karena protein transgenik diolah secara berbeda di dalam spesies asing, sehingga mengubah protein biasa menjadi imunogen yang kuat (Jhamtani, 2006).
Selanjutnya, para ilmuwan dari Universitas Urbino, Perugia dan Pavia di Italia juga menemukan pengaruh negatif lainnya akibat mengkonsumsi produk transgenik ini. Tikus yang diberi makan kedelai transgenik mengalami perubahan yang signifikan dalam sel pankreas dan hati. Kemudian mereka membandingkannya dengan kontrol. Beberapa kontrol dibalik, yaitu makanannya diubah dari kedelai transgenik ke kedelai non-transgenik. Hasilnya juga terjadi penurunan dalam transkripsi pada sel-sel testis (organ kelamin jantan) dalam tikus muda yang diberi makan kedelai transgenik dibandingkan dengan yang makan kedelai non-transgenik.
Sebagaimana hasil penelitian pada hewan, produk transgenik ini telah menyerang kekebalan tubuh manusia, bahkan pada beberapa kasus telah menimbulkan kematian. Administrasi Pangan dan Obat-Obatan Terlarang (Food and Drug Administration atau FDA) dan ilmuwan lainnya di Amerika Serikat memperingatkan, makanan transgenik dapat menimbulkan alergi makanan tak terduga, menciptakan racun dalam makanan dan mempercepat penyebaran penyakit tahan antibiotika.
Berkaitan dengan alergi makanan yang tidak diduga sebelumnya, ilmuwan Australia sempat dikejutkan oleh kasus tersebut. Mereka menemukan, gen buncis yang direkayasa ke dalam tanaman kacang polong ternyata dapat menimbulkan bahaya alergi bagi yang mengkonsumsinya. Tidak hanya kacang polong transgenik, menurut penasehat hukum ilmiah Environmental Protection Agency (EPA), jagung transgenik juga dapat memicu alergi pada manusia.
Selanjutnya, temuan lainnya yang tidak kalah penting datang dari India dan Filipina. Di negara bagian Madhya Pradesh, ratusan petani yang menangani kapas transgenik Bt jatuh sakit dengan gejala alergi. Sementara itu, kematian penduduk pada tahun 2003 di Mindanau Selatan, Filipina, juga terkait dengan jagung transgenik yang dikembangkan di daerah tersebut. Antibodi terhadap protein Bt dalam jagung ditemukan pada darah penduduk desa tersebut. Sedikitnya, ada lima orang yang mati pada kasus ini. Menurut Jhamtani (2006) hampir semua protein transgenik melibatkan transfer gen ke spesies asing, kemudian protein itu akan mengalami pengolahan yang berbeda. Oleh karena itu, semua protein transgenik bisa menimbulkan reaksi kekebalan yang serius termasuk alergi. Hal ini tentu relevan dengan kejadian sakit dan kematian yang terkait dengan tanaman transgenik.
Selain bukti-bukti di atas masih ada sederatan bukti lainnya atas kegagalan produk bioteknologi atau rekayasa genetika. Sebut saja, Perusahaan Pioner Hibreed International. Perusahaan ini telah merekayasa kacang kedelai dengan cara memasukan gen kacang Brazil. Tujuan rekayasanya adalah menghasilkan kedelai yang lebih bergizi karena gen tersebut mampu mengkode asam amino methionin. Sayangnya, ketika diuji oleh seorang ahli pangan, kedelai tersebut terbukti membawa sifat alergi yang sangat berbahaya jika dikonsumsi oleh orang yang peka terhadap kacang Brazil.
Kasus kegagalan lainnya adalah tomat flavr savr yang direkayasa agar proses pematangannya lambat sehingga mempermudah transportasi dan penyimpanan. Nyatanya, tomat ini belum dapat diproduksi dalam skala industri karena tidak tahan terhadap tekanan pemetikan, pengepakan dan trasportasi. Kulit tomatnya amat tipis sehingga pemetikan harus dilakukan secara manual dan sangat hati-hati agar kulitnya tidak rusak. Kenyataan ini memaksa perusahaan membangun pabrik penglolahan di dekat ladang tomat. Ini menandakan janji distribusi luas tomat tanpa mengalami pembusukan belum dapat dibuktikan (Jhamtani, 2001).
Kegagalan juga terjadi pada pepaya transgenik yang dikembangkan di Hawai. Data statistik dari Departemen Pertanian Amerika Serikat menyebutkan, pada dekade 1995, pendapatan kotor hasil panen pepaya segara Hawaii lebih dari US$ 22 juta (sekitar Rp 198 milyar). Setelah beralih pada pepaya transgenik, pendapatan menurun lebih dari setengahnya. Di tahun 1997, sebelum pepaya transgenik tahan virus ringspot dijual, petani menerima rata-rata $ 1,23 per kilogram (sekitar Rp 11.070 per kilogram). Di Tahun 1998, nilai itu turun sampai $ 0,89 (sekitar Rp 8.010). Ini terjadi karena pembeli pepaya tradisional Hawaii, seperti Jepang dan Canada menolak buah-buahan transgenik. Karena itu, tidaklah heran, jika laporan Greenpeace menyimpulkan bahwa pepaya transgenik yang dikembangkan di Hawaii sejak 1998 telah gagal secara komersial dan berprospek suram (Purwati, 2006).
Dari sektor non pangan, kapas transgenik telah menambah daftar kegagalan bioteknologi. Sekitar 20.000 hektar tanaman kapas transgenik Monsanto rusak akibat serangan hama bolloworm (Helicoverpa zea). Padahal, Monsanto merekayasa kapas dengan DNA dari Bacillus thuringiensis agar kapas tersebut tahan terhadap bolloworm. Saat mempromosikan, Monsanto menjanjikan perlindungan sepanjang musim kepada para petani kapas yang harus membayar 79 dollar AS per hektar sebagai biaya teknologi, selain biaya pembelian benih transgenik. Dengan kegagalan ini, para petani telah menuntut Monsanto ke pengadilan.
Karena efek bahayanya banyak masyarakat di berbagai negara (terutama negara maju) menolak daerahnya dijadikan lahan pelepasan organisme transgenik. Hal ini menyebabkan pelepasan organisme transgenik terkadang dilakukan secara diam-diam tanpa meminta ijin dari negara bersangkutan. Adanya tindakan diam-diam itu, banyak negara yang telah kecolongan terhadap penyebaran produk-produk transgenik. Negara Cina misalnya. Pada saat negara ini masih mengkaji ijin komersialisasi padi transgenik, Greenpeace pada tahun 2005 melaporkan telah terjadi penjualan secara ilegal padi transgenik. Satu tahun sebelum terjadi di Cina, penjualan organisme transgenik secara illegal juga telah terjadi di Thailand. Pada Tahun 2004, Greenpeace mengungkapkan bahwa pusat penelitian Departemen Pertanian Thailand telah melakukan distribusi benih pepaya yang terkontaminasi transgenik secara illegal kepada 2.669 petani di 37 propinsi. Ini merupakan hal yang ironis karena Departemen Pertanian seharunsya melakukan karantina organisme transgenik, bukan malah mengedarakannya.
Jangan kaget, pangan transgenik juga telah lolos dan banyak beredar di Indonesia. Di Indonesia, peredaran pangan transgenik ini salah satunya sudah dalam bentuk produk makanan yang siap konsumsi. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) pada tahun 2006 telah membuktikannya melalui tiga kali pengujian. Produk makanan yang positif mengandung transgenik diantaranya beberapa produk turunan kedelai, jagung dan kentang. Menurut lembaga ini, bukan hanya produk tidak bermerk seperti tahu dan tempe yang positif transgenik, tetapi sejumlah produk pangan bermerk juga terbukti positif mengandung transgenik. Produk-produk tersebut adalah keripik kentang merk ’Pringleys’, kripik kentang merk ’Master Potato’, Corn flakes merk ’Petales De Mais Carrefour’, tepung jagung merk ’Honig Maizena Spesial’, dan Soy Infant Formula merk ’Nutrilon Soya’.
Dengan melihat beberapa bukti sebagaimana di atas, ternyata, janji perusahaan bioteknologi dapat mengatasi krisis pangan dan krisis lingkungan/keanekargaman hayati belum dapat dipenuhi alias lebih banyak gagalnya. Bahkan, para perusahaan bioteknologi/rekayasa genetika telah melakukan kecurangan-kecurangan seperti melalui perdagangan illegal. Ditengah-tengah kegagalannya, mengapa perusahaan tansgenik tetap ngotot untuk mendapat pengakuan dari masyarakat internasional? Hak paten. Dengan penemuan bioteknologinya, mereka mengincar hak paten atas mahluk hidup. Dengan hak paten, perusahaan-perushaan transnasional yang bergerak di bidang bioteknologi akan memonopoli atas hasil-hasil penemuannya.
Ada dua catatan sebelum penulis mengakhiri tulisan ini. Pertama, Indonesia merupakan salah satu negara yang mengembangkan produk-produk transgenik, salah satunya adalah kacang kedelai. Kedua, penemuan YLKI menunjukkan, beberapa produk turunan kedelai yang beredar di pasar positif transgenik. Karena itu, tidak ada jaminan bahwa tempe yang sehari-hari kita makan dan dikatakan menyehatkan ini bukan berasal dari kedelai transgenik.
Apa itu transgenik? Transgenik adalah suatu proses rekayasa mahluk hidup yang memiliki sifat-sifat lebih unggul (sesuai yang diinginkan) daripada jenis sebelumnya yang tidak memperoleh perlakuan pengkayaan gen (pembawa sifat mahluk hidup) dari mahluk hidup lainnya. Teknologi transgenik adalah teknologi yang merakit suatu individu dengan menyisipkan gen (pembawa sifat tertentu) yang diisolasi dari individu tertentu ke dalam individu lain sehingga diperoleh individu yang diinginkan. Misalnya, gen manusia dimasukan ke dalam babi untuk mendapatkan daging babi yang rendah lemak, atau gen ikan direkayasa ke dalam tomat untuk menciptakan tomat yang tahan beku. Misalnya lagi, gen penghasil susu manusia direkayasa ke dalam sapi untuk menciptakan sapi yang siap memproduksi susu dengan komposisi mirip air susu manusia. Ringkasnya, transgenik merupakan teknologi ”gunting tempel” gen (rantai DNA) untuk menciptakan mahluk hidup yang sesuai dengan yang diinginkan dan tidak pernah ada sebelumnya.
Teknologi transgenik atau rekayasa genetika dikembangkan guna mengatasi berbagai masalah, misalnya merakit varietas baru agar mempunyai sifat-sifat yang menguntungkan (tahan hama, tahan penyakit, tahan kering, mempunyai kandungan tertentu, mempunyai nilai estetika tinggi, produksi tinggi dan lainnya). Bahkan, para ahli bioteknologi dan perusahaan bioteknologi mempromosikan organisme transgenik sebagai produk yang dapat memecahkan masalah kelaparan, penyakit, krisis lingkungan, dan krisis keanekaragaman hayati.
Pertanyaannya, benarkah produk rekayasa genetika tersebut mampu mengatasi permasalahan pangan dan krisis lingkungan hidup? Kelompok Lingkungan GRAIN (1994) mencatat berbagai kasus akibat konsumsi produk bioteknologi terhadap kesehatan dan lingkungan. Ribuan anak di Amerika Serikat mengalami leukimia dan melanoma setelah diberikan hormon pertumbuhan hasil rekayasa genetika, yang sebelumnya hormon tersebut dinyatakan aman. Kasus lainnya adalah pemberian hormon pada sapi di Amerika dan Eropa. Sapi yang diberi hormon bovine growth hormone (BGH) sering sakit-sakitan, meskipun produksi susunya bisa ditingkatkan sampai 20 persen. Akibatnya, Masyarakat Ekonomi Eropa dan AS mengajukan moratorium (penghentian sementara) 7 sampai 15 tahun untuk penggunaan BGH. BGH merupakan hormon tumbuh sapi hasil rekayasa genetik dengan bantuan bakteri.
Dimaklumi, teknologi rekayasa genetika merupakan teknologi yang sangat mahal dan perlu kehati-hatian serta pengujian secara seksama. Akan tetapi, hampir semua produk dari rekayasa genetika belum teruji benar dalam aspek kesehatan. Di Inggris misalnya, sebanyak 500 orang penderita diabetes pingsan setelah menggunakan insulin hasil rekayasa genetika. Akibatnya, para korban telah menuntut perusahaan penghasil insulin itu untuk diadili.
Rissler dan Mellon (1993) dalam Jhamtani (2001) menggambarkan empat kemungkinan resiko akibat pelepasan tanaman transgenik. Pertama, tanaman transgenik dapat berubah menjadi gulma yang akan membanjiri ladang, lahan dan ekosistem. Kedua, tanaman transgenik akan menjadi perantara bagi perpindahan gen-gen baru ke tanaman liar. Ketiga, tanaman transgenik yang direkayasa dengan menyisipkan virus akan memfasilitasi terciptanya virus-virus baru yang dapat menimbulkan penyakit baru pada tanaman pertanian. Keempat, tanaman transgenik yang direkayasa agar mengandung bahan-bahan beracun yang bersifat obat atau pestisida akan membawa resiko bagi mahluk lain, misalnya burung dan hewan-hewan lain. Jhamtani (2001) menambahkan, ancaman paling serius adalah (1) munculnya persaingan dari tanaman rekayasa genetika, dan (2) perpindahan gen baru dari tanaman hasil rekayasa genetika ke tanaman lain melalui perpindahan tepung sari, yang seringkali dinamakan sebagai ’polusi biologi’.
Dalam dunia pertanian, para ilmuwan telah akrab senyawa endotoksin yang dihasilkan oleh bakteri Bacillus thurigniensis (Bt). Senyawa ini diketahui mampu mematikan ulat hama pertanian. Karena itu, tanaman jagung dan tanaman transgenik lainnya yang dimasukan gen endotoksin Bt dapat mengurangi ketergantungan petani terhadap pestisida. Akan tetapi, dokumen rahasia mengungkapkan, Clavabacter xyli (vektor yang digunakan untuk memindahkan gen endotoksin Bt) menyebabkan kekerdilan pada jagung dan ratusan tanaman penting lainnya.
Pada beberapa kasus, komersialisasi tanaman transgenik telah mendorong penggunaan pemusnah serangga lebih banyak sehingga mengancam lingkungan. Kelapa sawit hasil Unilever di Malaysia terbukti memerlukan pestisida enam kali lebih banyak daripada tanaman biasa untuk melindunginya dari hama. Tidak hanya itu, kelapa sawit ini juga ternyata gagal berbunga.
Senada dengan perkiraan Rissler dan Mellon, tanaman transgenik sangat berisiko mengkontaminasi gen tanaman yang masih alami dan dampaknya tidak dapat dipulihkan. Di Mexico, jagung hasil rekayasa genetika yang dibudidayakan telah mencemari varietas jagung lokal. Dengan tiupan angin, serbuk sari dari jagung transgenik dapat terbang ke tempat lain dan menempel pada kepala putik jagung lokal. Sementara itu, penelitian ilmuwan Cina menemukan serbuk sari padi rekayasa genetika dapat terbang sejauh 110 meter dengan kecepatan angin yang tinggi, sehingga berpotensi mencemari padi-padi lokal. Dengan kemampuan terbangnya, padi rekayasa genetika dapat menyebar ke lingkungan lain dan bersilang dengan organisme alami dan di masa yang akan datang dampaknya tidak dapat diperkirakan dan dikendalikan. Padahal, Cina adalah pusat sumber genetika padi terbesar di dunia, lebih dari 75.000 varietas padi ada di sana.
Pendapat ilmuwan Cina ini dikuatkan dengan pendapat Dwi Andreas Santosa, dari Indonesian Center for Biodiversity and Biotechnology. Dia mengungkapkan, dampak atau risiko transgenik dalam jangka panjang sulit dianalisis. Menurutnya juga, tidak seorang ilmuwan pun yang sanggup menyatakan transgenik aman 100 persen. Menurut Jhamtani (2001), pencemaran tanaman transgenik lebih serius daripada pencemaran kimia. Sekali dilepaskan dan berbiak di alam, gen-gen hasil rekayasa ini tidak dapat ditarik kembali dari lingkungan.
Selain kontaminasi gen, komersialisasi tanaman transgenik akan mengurangi keanekaragaman hayati lokal bahkan dunia. Budidaya tanaman transgenik biasanya dilakukan secara monokultur sehingga melenyapkan varietas-varietas lokal yang kaya sumber genetiknya. Kegiatan ini tentunya akan signifikan bagi negara-negara yang memiliki keanekragaman hayati yang sangat tinggi, terutama negara-negara berkembang–termasuk Indonesia.
Pada beberapa negara, tanaman transgenik juga telah menimbulkan kematian hewan ternak yang mengkonsumsi bagian dari tanaman tersebut. Laporan dari India menyebutkan, sedikitnya 1.800 domba mati karena reaksi toksik saat makan sisa-sisa tanaman kapas transgenik di empat desa di negara bagian Andhra Pradesh. Kasus yang sama terjadi juga di Jerman. Beberapa sapi mati setelah makan jagung transgenik produk Syngenta, dan beberapa sapi lainnya terpaksa dipotong karena penyakit yang tidak diketahui.
Ada juga penelitian yang menunjukkan bahwa hewan yang memakan tanaman transgenik telah mengalami gangguan pada sistem organnya. Dr. Arpad Pustzai beserta timnya menemukan, tikus muda yang diberi makan kentang transgenik mengalami kerusakan dalam setiap sistem organ termasuk penebalan dalam lapisan dinding perut. Penebalan lapisan ini dua kali lebih besar dibanding tikus yang tidak diberi makan kentang transgenik. Di Mesir, para ilmuwan juga menemukan dampak serupa pada tikus yang diberi makan kentang transgenik jenis lain. Di Amerika Serikat, data yang dikumpulkan sejak tahun 1990an oleh Badan Makanan dan Obat AS (USDA) menunjukkan, tikus yang diberi makanan tomat transgenik mengembangkan lubang dalam perut hewan tersebut. Tidak hanya itu, studi yang dilakukan Monsanto menunjukkan, konsumsi jagung transgenik telah menimbulkan abnormalitas ginjal dan darah yang sangat serius. Monsanto merupakan produser produk transgenik terbesar di dunia.
Penemuan lainnya menunjukkan, produk transgenik dapat mengancam keturunan mahluk hidup. Tanaman transgenik yang dikonsumsikan kepada induk hewan telah menghambat pertumbuhan keturunan dari hewan tersebut bahkan menjadi rentan terhadap kematian. Dr Irina Ermakova dari Academy of Science Rusia memaparkan, sebanyak 36 persen tikus yang lahir dari induk yang diberi makan kedelai transgenik, pertumbuhannya amat terhambat dibandingkan dengan 6 persen tikus yang lahir dari induk yang diberi makan kedelai non-transgenik. Selanjutnya, dalam tiga minggu, sebanyak 55,6 persen anak dari tikus yang diberi makan kedelai transgenik mati. Tingkat kematian ini mencapai enam hingga delapan kali kematian anak dari tikus yang diberi makan kedelai non-transgenik. Selama tiga kali eksperimen, Ermakova dan timnya selalu mendapatkan hasil yang hampir sama.
Melengkapi penemuan Dr. Irina Ermakova, ternyata, tingginya resiko kematian terjadi juga pada hewan yang langsung mengkonsumsi produk transgenik. Studi yang dilakukan perusahaan Aventis menunjukkan, ayam yang diberi makan jagung transgenik tahan glufosinat mempunyai kemungkinan mati dua kali lipat dibandingkan tikus kontrol.
Penelitian di Canberra, Australia, melaporkan, sebuah protein yang tidak berbahaya dalam kacang ketika ditransfer atau disisipkan ke kacang kapri menyebabkan inflamasi pada paru-paru tikus dan merangsang reaksi pada protein lain di dalam. Ini terjadi karena protein transgenik diolah secara berbeda di dalam spesies asing, sehingga mengubah protein biasa menjadi imunogen yang kuat (Jhamtani, 2006).
Selanjutnya, para ilmuwan dari Universitas Urbino, Perugia dan Pavia di Italia juga menemukan pengaruh negatif lainnya akibat mengkonsumsi produk transgenik ini. Tikus yang diberi makan kedelai transgenik mengalami perubahan yang signifikan dalam sel pankreas dan hati. Kemudian mereka membandingkannya dengan kontrol. Beberapa kontrol dibalik, yaitu makanannya diubah dari kedelai transgenik ke kedelai non-transgenik. Hasilnya juga terjadi penurunan dalam transkripsi pada sel-sel testis (organ kelamin jantan) dalam tikus muda yang diberi makan kedelai transgenik dibandingkan dengan yang makan kedelai non-transgenik.
Sebagaimana hasil penelitian pada hewan, produk transgenik ini telah menyerang kekebalan tubuh manusia, bahkan pada beberapa kasus telah menimbulkan kematian. Administrasi Pangan dan Obat-Obatan Terlarang (Food and Drug Administration atau FDA) dan ilmuwan lainnya di Amerika Serikat memperingatkan, makanan transgenik dapat menimbulkan alergi makanan tak terduga, menciptakan racun dalam makanan dan mempercepat penyebaran penyakit tahan antibiotika.
Berkaitan dengan alergi makanan yang tidak diduga sebelumnya, ilmuwan Australia sempat dikejutkan oleh kasus tersebut. Mereka menemukan, gen buncis yang direkayasa ke dalam tanaman kacang polong ternyata dapat menimbulkan bahaya alergi bagi yang mengkonsumsinya. Tidak hanya kacang polong transgenik, menurut penasehat hukum ilmiah Environmental Protection Agency (EPA), jagung transgenik juga dapat memicu alergi pada manusia.
Selanjutnya, temuan lainnya yang tidak kalah penting datang dari India dan Filipina. Di negara bagian Madhya Pradesh, ratusan petani yang menangani kapas transgenik Bt jatuh sakit dengan gejala alergi. Sementara itu, kematian penduduk pada tahun 2003 di Mindanau Selatan, Filipina, juga terkait dengan jagung transgenik yang dikembangkan di daerah tersebut. Antibodi terhadap protein Bt dalam jagung ditemukan pada darah penduduk desa tersebut. Sedikitnya, ada lima orang yang mati pada kasus ini. Menurut Jhamtani (2006) hampir semua protein transgenik melibatkan transfer gen ke spesies asing, kemudian protein itu akan mengalami pengolahan yang berbeda. Oleh karena itu, semua protein transgenik bisa menimbulkan reaksi kekebalan yang serius termasuk alergi. Hal ini tentu relevan dengan kejadian sakit dan kematian yang terkait dengan tanaman transgenik.
Selain bukti-bukti di atas masih ada sederatan bukti lainnya atas kegagalan produk bioteknologi atau rekayasa genetika. Sebut saja, Perusahaan Pioner Hibreed International. Perusahaan ini telah merekayasa kacang kedelai dengan cara memasukan gen kacang Brazil. Tujuan rekayasanya adalah menghasilkan kedelai yang lebih bergizi karena gen tersebut mampu mengkode asam amino methionin. Sayangnya, ketika diuji oleh seorang ahli pangan, kedelai tersebut terbukti membawa sifat alergi yang sangat berbahaya jika dikonsumsi oleh orang yang peka terhadap kacang Brazil.
Kasus kegagalan lainnya adalah tomat flavr savr yang direkayasa agar proses pematangannya lambat sehingga mempermudah transportasi dan penyimpanan. Nyatanya, tomat ini belum dapat diproduksi dalam skala industri karena tidak tahan terhadap tekanan pemetikan, pengepakan dan trasportasi. Kulit tomatnya amat tipis sehingga pemetikan harus dilakukan secara manual dan sangat hati-hati agar kulitnya tidak rusak. Kenyataan ini memaksa perusahaan membangun pabrik penglolahan di dekat ladang tomat. Ini menandakan janji distribusi luas tomat tanpa mengalami pembusukan belum dapat dibuktikan (Jhamtani, 2001).
Kegagalan juga terjadi pada pepaya transgenik yang dikembangkan di Hawai. Data statistik dari Departemen Pertanian Amerika Serikat menyebutkan, pada dekade 1995, pendapatan kotor hasil panen pepaya segara Hawaii lebih dari US$ 22 juta (sekitar Rp 198 milyar). Setelah beralih pada pepaya transgenik, pendapatan menurun lebih dari setengahnya. Di tahun 1997, sebelum pepaya transgenik tahan virus ringspot dijual, petani menerima rata-rata $ 1,23 per kilogram (sekitar Rp 11.070 per kilogram). Di Tahun 1998, nilai itu turun sampai $ 0,89 (sekitar Rp 8.010). Ini terjadi karena pembeli pepaya tradisional Hawaii, seperti Jepang dan Canada menolak buah-buahan transgenik. Karena itu, tidaklah heran, jika laporan Greenpeace menyimpulkan bahwa pepaya transgenik yang dikembangkan di Hawaii sejak 1998 telah gagal secara komersial dan berprospek suram (Purwati, 2006).
Dari sektor non pangan, kapas transgenik telah menambah daftar kegagalan bioteknologi. Sekitar 20.000 hektar tanaman kapas transgenik Monsanto rusak akibat serangan hama bolloworm (Helicoverpa zea). Padahal, Monsanto merekayasa kapas dengan DNA dari Bacillus thuringiensis agar kapas tersebut tahan terhadap bolloworm. Saat mempromosikan, Monsanto menjanjikan perlindungan sepanjang musim kepada para petani kapas yang harus membayar 79 dollar AS per hektar sebagai biaya teknologi, selain biaya pembelian benih transgenik. Dengan kegagalan ini, para petani telah menuntut Monsanto ke pengadilan.
Karena efek bahayanya banyak masyarakat di berbagai negara (terutama negara maju) menolak daerahnya dijadikan lahan pelepasan organisme transgenik. Hal ini menyebabkan pelepasan organisme transgenik terkadang dilakukan secara diam-diam tanpa meminta ijin dari negara bersangkutan. Adanya tindakan diam-diam itu, banyak negara yang telah kecolongan terhadap penyebaran produk-produk transgenik. Negara Cina misalnya. Pada saat negara ini masih mengkaji ijin komersialisasi padi transgenik, Greenpeace pada tahun 2005 melaporkan telah terjadi penjualan secara ilegal padi transgenik. Satu tahun sebelum terjadi di Cina, penjualan organisme transgenik secara illegal juga telah terjadi di Thailand. Pada Tahun 2004, Greenpeace mengungkapkan bahwa pusat penelitian Departemen Pertanian Thailand telah melakukan distribusi benih pepaya yang terkontaminasi transgenik secara illegal kepada 2.669 petani di 37 propinsi. Ini merupakan hal yang ironis karena Departemen Pertanian seharunsya melakukan karantina organisme transgenik, bukan malah mengedarakannya.
Jangan kaget, pangan transgenik juga telah lolos dan banyak beredar di Indonesia. Di Indonesia, peredaran pangan transgenik ini salah satunya sudah dalam bentuk produk makanan yang siap konsumsi. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) pada tahun 2006 telah membuktikannya melalui tiga kali pengujian. Produk makanan yang positif mengandung transgenik diantaranya beberapa produk turunan kedelai, jagung dan kentang. Menurut lembaga ini, bukan hanya produk tidak bermerk seperti tahu dan tempe yang positif transgenik, tetapi sejumlah produk pangan bermerk juga terbukti positif mengandung transgenik. Produk-produk tersebut adalah keripik kentang merk ’Pringleys’, kripik kentang merk ’Master Potato’, Corn flakes merk ’Petales De Mais Carrefour’, tepung jagung merk ’Honig Maizena Spesial’, dan Soy Infant Formula merk ’Nutrilon Soya’.
Dengan melihat beberapa bukti sebagaimana di atas, ternyata, janji perusahaan bioteknologi dapat mengatasi krisis pangan dan krisis lingkungan/keanekargaman hayati belum dapat dipenuhi alias lebih banyak gagalnya. Bahkan, para perusahaan bioteknologi/rekayasa genetika telah melakukan kecurangan-kecurangan seperti melalui perdagangan illegal. Ditengah-tengah kegagalannya, mengapa perusahaan tansgenik tetap ngotot untuk mendapat pengakuan dari masyarakat internasional? Hak paten. Dengan penemuan bioteknologinya, mereka mengincar hak paten atas mahluk hidup. Dengan hak paten, perusahaan-perushaan transnasional yang bergerak di bidang bioteknologi akan memonopoli atas hasil-hasil penemuannya.
Ada dua catatan sebelum penulis mengakhiri tulisan ini. Pertama, Indonesia merupakan salah satu negara yang mengembangkan produk-produk transgenik, salah satunya adalah kacang kedelai. Kedua, penemuan YLKI menunjukkan, beberapa produk turunan kedelai yang beredar di pasar positif transgenik. Karena itu, tidak ada jaminan bahwa tempe yang sehari-hari kita makan dan dikatakan menyehatkan ini bukan berasal dari kedelai transgenik.
8 komentar:
stratigraphy relative dating [url=http://loveepicentre.com/]online dating astrology service[/url] out personals http://loveepicentre.com/ equestrian dating
places to travel in south america for cheap http://atravel.in/map_continent-map latino travel
[url=http://atravel.in/airline_lufthansa-airline-in-toronto-airport]stormwind travel from arcgis[/url] nsginst use of the bank of america government travel card [url=http://atravel.in/cruises_hawaii-cruises-from-us]hawaii cruises from us[/url]
insulated coffee mugs travel http://atravel.in/disneyland_andrew-exler-disneyland
[url=http://atravel.in/travel_travel-vancouver-to-san-diego]pet voyageur 400 travel crate[/url] west bend travel [url=http://atravel.in/adventure_the-adventure-of-batman-and-robin-theme-download]the adventure of batman and robin theme download[/url]
italy escorted travel http://atravel.in/airline_cheap-airline-tickets-for-traveling-flight citigroup government travel card customer service [url=http://atravel.in/disneyland_senior-discount-vacation-package-to-disneyland]senior discount vacation package to disneyland[/url]
yellow box shoes mocha http://topcitystyle.com/napapijri-round-neck-brand62.html wide ladies shoes [url=http://topcitystyle.com/philipp-plein-stretch-jeans-brand31.html]christian dior fall couture collection on style com runway[/url] chanel eye shadow quad demure
http://topcitystyle.com/shoes flower girl shoes wedding [url=http://topcitystyle.com/pepe-jeans-v-neck-t-shirt-for-men-cream-item1964.html]veggie shoes crocs[/url]
rogans shoes http://topcitystyle.com/armani-pullover-brand8.html ballet shoes [url=http://topcitystyle.com/?action=products&product_id=1932]trash to fashion outfits[/url] chanel tote grande
http://topcitystyle.com/m-men-size5.html savannah baby clothes [url=http://topcitystyle.com/khaki-sweaters-color28.html]clothes shopping online[/url]
designer bedroom colors http://topcitystyle.com/efor-on-sale-brand110.html faith shoes [url=http://topcitystyle.com/dolce-amp-gabbana-page5.html]ladies in fetish clothes[/url] renaisance clothes
http://topcitystyle.com/white-sky-blue-brown-men-color173.html running shoes [url=http://topcitystyle.com/-leather-big-bags-on-sale-category38.html]best clothes dryer[/url]
adult babies and nursing http://planetofporn.in/adult-video/comcast-adult-programming
[url=http://planetofporn.in/erotic-gay/art-core-erotic]porn in water[/url] dolphin dildo [url=http://planetofporn.in/adult-pic/legal-age-of-adult-in-texas]legal age of adult in texas[/url]
eating anal creampie http://planetofporn.in/adult-video/adult-baby-school
[url=http://planetofporn.in/free-adult/free-adult-4]hentai games dorz[/url] amateur natural nude photos [url=http://planetofporn.in/ass-video/firmest-hard-naked-womens-ass-photos]firmest hard naked womens ass photos[/url]
free small porn movie http://planetofporn.in/adult-video/adult-video-chat-room
[url=http://planetofporn.in/archive-adult/seka-adult-sex-films]adult super store[/url] watch free hentai videos online [url=http://planetofporn.in/girl-anal/bleeding-anal-sex]bleeding anal sex[/url]
milato dildo http://planetofporn.in/erotic-gay/tasteful-erotic-images
[url=http://planetofporn.in/hcg-oral/oral-rpberts-evangelistic-association]femdom strap on dildo[/url] adult shark blue lagoon [url=http://planetofporn.in/adult-stories/adult-fairy-princess-costumes]adult fairy princess costumes[/url]
movie rome spanish steps [url=http://full-length-movies.com/dvd-quality-movie-e29-headmasters/15458database/]E29 Headmasters[/url] movie waves [url=http://full-length-movies.com/dvd-quality-movie-genghis-blues/15859database/]Genghis Blues[/url]
kenny aussie movie [url=http://full-length-movies.com/dvd-quality-movie-rambo-iv/14204database/]Rambo IV[/url] naruto movie 6 [url=http://full-length-movies.com/dvd-quality-movie-loose-change/7116database/]Loose Change[/url]
joy division control movie torrent [url=http://worldmovs.co.cc/full_version-la-venganza-de-ulzana/579database/]La Venganza De Ulzana[/url] anime movie downloads [url=http://full-length-movies.com/dvd-quality-movie-material-girls/24014database/]Material Girls[/url]
smoke movie [url=http://full-length-movies.com/dvd-quality-movie-balls-of-fury/18208database/]Balls of Fury[/url] free diaper movie [url=http://full-length-movies.com/dvd-quality-movie-star-trek-1---the-motion-picture/25076database/]Star Trek 1 - The Motion Picture[/url]
penis size quiz [url=http://usadrugstoretoday.com/products/ophthacare.htm]ophthacare[/url] lifesource blood donations http://usadrugstoretoday.com/categories/antibiotics.htm
arenavirus infections [url=http://usadrugstoretoday.com/products/zocor.htm]zocor[/url] magic tricks aspirin vitamin [url=http://usadrugstoretoday.com/categories/la-salute-delle-donne.htm ]hypochondria disorder [/url] north carolina health departments
driver fatigue stress database [url=http://usadrugstoretoday.com/products/cefixime.htm]cefixime[/url] behind the ear congestion medicine http://usadrugstoretoday.com/products/zelnorm.htm
cycling heart rate monitors [url=http://usadrugstoretoday.com/products/retin-a-0-02-.htm]Buy Retin-A 0.02% Low prices, side effects, interactions[/url] stress corrosion failures [url=http://usadrugstoretoday.com/categories/anti-allergic---asthma.htm ]heart clipart bar [/url] gestational diabetes normal range blood sugar
Posting Komentar