Masyarakat awam sering menyamakan istilah hutan rakyat dengan hutan kemasyarakatan. Padahal, kedua istilah ini memiliki definisi yang berbeda, terutama kepemilikannya. Hutan Rakyat adalah hutan yang dimiliki oleh rakyat dengan luas minimal 0,25 ha, penutupan tajuk tanaman kayu-kayuan dan/atau jenis tanaman lainnya lebih dari 50% dan/atau pada tanaman tahun pertama minimal memiliki 500 tanaman per hektar (Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 49/Kpts-II/1997). Hutan Kemasyarakatan adalah hutan negara yang sistem pengelolaannya bertujuan memberdayakan masyarakat setempat tanpa mengganggu fungsi pokoknya (Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 31/Kpts-II/2001). Ringkasnya, hutan rakyat adalah hutan yang berada pada tanah milik; sedangkan hutan kemasyarakatan adalah hutan yang berada pada tanah negara. Terlepas dari kedua definisi tersebut, makalah ini hanya akan menyajikan uraian hutan rakyat.
Pada mulanya, pemerintah kurang memperhatikan keberadaan hutan rakyat. Guna memenuhi kebutuhan kayu dan non kayu (sebagai penghasil devisa negara), pemerintah lebih berkonsentrasi pada Hutan Tanaman Industri (HTI) dan Hutan Alam. Barangkali pada saat itu, pemerintah menganggap bahwa pembangunan HTI dan pengelolaan hutan alam lebih menguntungkan dibanding pembangunan hutan rakyat. Anggapan ini memang ada benarnya. Melalui pembangunan HTI dan pengelolaan hutan alam, Indonesia telah menjadi pemasok kayu terbesar di dunia. Tidaklah heran bila ketika itu, sektor kehutanan telah menjadi penghasil devisa negara kedua di sektor non migas setelah tekstil.
Pada perkembangan selanjutnya, pembangunan HTI dan pengelolaan hutan alam mengalami keterpurukan. Pembangunan HTI dan pemanfaatan hutan alam telah memicu masalah lingkungan. Bahaya banjir, longsor, dan kekeringan pun tidak dapat dihindari. Selain itu, pemanfaatan yang kurang bijaksana juga telah menurunkan keanekaragaman jenis dan memusnahkan spesies tertentu. Secara ekonomi, rusaknya kawasan hutan juga telah menurunkan produktivitas ekosistem hutan. Alhasil, pasokan kayu dan non kayu yag merupakan andalan penghasil devisa negara menjadi berkurang.
Untuk mengatasinya, pemerintah telah melakukan berbagai upaya. Salah satunya merehabilitasi kawasan hutan. Namun, merehabilitasi saja tidaklah cukup. Apalagi pohon memiliki masa panen yang lama sehingga harus menunggu dalam waktu yang cukup lama juga. Selanjutnya, pemerintah melirik kawasan hutan yang dimiliki rakyat. Oleh karena itu, pada tahun 1997, pemerintah mulai mengembangkan hutan rakyat.
Selain untuk mengatasi kekurangan pasokan hasil hutan kayu dan non kayu, pembangunan hutan rakyat juga setidaknya memiliki dua keuntungan lain. Pertama mempercepat penanganan lahan kritis. Kedua memberikan peluang dan mengangkat bisnis rakyat, khususnya di pedesaan.
Untuk memperlancar program tersebut, pemerintah memberikan banyak bantuan kepada masyarakat. Melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 49/Kpts-II/1997, Pemerintah menyediakan kredit bunga lunak yang lebih dikenal dengan istilah Kredit Usaha Hutan Rakyat (KUHR). Besarnya kredit usaha pada waktu itu adalah Rp. 2.000.000,- per hektare, tingkat bunga sebesar 6% per tahun. Sejak tahun 1996/1997, dana kredit usaha hutan rakyat telah disalurkan sebesar Rp. 20.231.394.000,- dengan luas areal sekitar 10.565 Ha dan melibatkan 9.781 orang petani.
Dengan melihat besarnya peranan dan kepentingan pemerintah, pembangunan hutan rakyat dipandang sebagai investasi pemerintah. Sedikitnya, pemerintah telah berhasil membangun unit-unit areal model di 12 Propinsi, yakni Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Selatan. Lebih itu, pemerintah juga memberikan subsidi bibit bagi pengembangan areal dampak hutan rakyat dan diperkirakan masyarakat telah mampu membangun hutan rakyat sekitar 1.328.358 ha yang tersebar di 22 propinsi.
Bila melihat kondisi di lapangan, hutan rakyat memiliki beragam model. Berdasarkan komoditasnya, hutan rakyat dapat dibagi menjadi tiga krlmpok. Pertama, hutan rakyat yang berbasis pada komoditas kayu (monokultur). Kedua, hutan rakyat yang berkomoditas campran (kayu dan non kayu). Ketiga, hutan rakyat yang berkomoditas jasa rekreasi (Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial, 2000).
Dari ketiga model tersebut, yang sering digunakan adalah model campuran/heterogen. Model heterogen memadukan berbagai jenis tanaman kayu keras, tanaman buah-buahan, dan tanaman semusim. Model ini lebih dikenal dengan sebutan agroforestry. Dimaklumi, pemilihan sistem agroforestry dalam pembangunan Hutan Rakyat memiliki banyak keuntungan. Selain keuntungan ekonomi dan sosial, model ini memiliki keuntungan lingkungan.
Manfaat Hutan Rakyat
Menyimpan Keanekaragaman Jenis
Sesuai dengan namanya, model agroforestry tidak hanya menanam satu jenis tanaman saja. Atau, tidak hanya menanam pepohonan saja. Sistem agroforestry telah memadukan tanaman kayu keras, buah-buahan, dengan tanaman semusim. Jenis-jenis tanaman kayu keras yang sering ditanam di hutan rakyat ialah sengon (Paraserianthes falcataria), mahoni (Switenia macrophylla), dan jati (Tectona grandis). Jenis tanaman buah-buahan diantaranya mangga (Mangifera indica), pakel (Mangifera feotida), nangka (Artocarpus heterophylus), rambutan (Nephelium mutabile), durian (Durio zibethinus), melinjo (Gnetum gnemon), petai (Parkia speciosa), dan pisang (Musa sp.). Tanaman semusim ialah padi huma, kacang-kacangan, jagung, umbi, cabe, dan lain-lainnya.
Dengan komposisi seperti ini, hutan rakyat bukan merupakan sebuah pemandangan yang monoton. Sebaliknya, hutan rakyat telah menyajikan pemandangan yang dinamis dan kompleks. Model agroforestry telah menciptakan hamparan hutan yang terdiri dari berbagai jenis kayu keras dan tanaman pangan serta buah-buahan. Lebih dari itu, model agroforestry juga telah menciptakan strata tajuk yang bervariasi sesuai dengan karakteristik tanamannya. Sebab, setiap tanaman memiliki karakteristik dan strata yang berbeda. Dengan demikian, hutan rakyat dengan model ini akan menyimpan keanekaragaman hayati yang lebih tinggi dibanding model hutan rakyat yang homogen.
Habitat Satwaliar
Dari sisi ekologi, hutan alam memiliki ekosistem yang lebih baik dibanding dengan hutan tanaman industri. Hutan alam yang terdiri dari berbagai macam flora dan fauna akan membentuk ekosistem yang stabil. Berbeda dengan hutan tanaman industri yang homogen. Hutan ini akan memiliki ekosistem yang labil. Demikian juga dengan hutan rakyat. Hutan rakyat yang memadukan berbagai jenis tanaman akan lebih baik dibanding hutan rakyat yang hanya terdiri satu jenis tanaman saja. Hutan rakyat campuran akan menyajikan banyak sumberdaya yang dibutuhkan satwaliar. Kawasan hutan yang ditumbuhi bermacam-macam tanaman akan menyediakan banyak pilihan kepada satwaliar untuk berlindung dari bahaya, mencari makan, membangun sarang, berkembangbiak, dan berteduh. Kondisi seperti ini akan sangat disukai oleh satwaliar.
Pohon-pohon yang menghasilkan bunga akan banyak dikunjungi burung madu dan lebah. Pada saat berbuah, pohon-pohon tersebut akan banyak dikunjungi satwa pemakan buah, seperti mamalia dan burung. Dalam sistem ekologi, kedua kelompok satwa tersebut merupakan makanan bagi satwa yang berada pada level atasnya. Pada kondisi ini, semua satwa yang terdiri dari berbagai tropik level akan hadir dan berkumpul pada hutan rakyat campuran membentuk jaring-jaring makanan.
Tidaklah heran, bila hutan rakyat campuran telah menjadi habitat yang sangat berharga bagi satwaliar. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, banyak kawasan hutan yang mengalami kerusakan. Kawasan hutan yang masih alami semakin menipis dan terancam musnah. Padahal, hutan alam tersebut merupakan habitat asli satwaliar. Dengan demikian, hadirnya hutan rakyat campuran merupakan surga bagi satwaliar yang terancam punah.
Mempertahankan Kesuburan Tanah
Hutan rakyat dengan model campuran sangat membantu dalam menjaga kesuburan tanah. Setidaknya, ada tiga faktor yang mempengaruhi kondisi ini. Pertama, komposisi jenis tanaman. Pada umumnya, semua jenis tanaman membutuhkan unsur hara yang sama, seperti nitrogen (N), pospor (P), kalium (K), kalsium (Ca), magnesium (Mg), dan sulfur (S). Akan tetapi, setiap jenis tanaman membutuhkan kadar unsur hara yang tertenu. Dengan kata lain, penggunaan kadar unsur hara sangat beragam untuk setiap tanaman.
Mengingat ragam dan tingkat pertumbuhan tanaman di hutan rakyat campuran relatif tinggi dibanding hutan homogen. Maka, ragam dan kadar hara yang dibutuhkannya juga tinggi. Namun, hutan yang heterogen akan membangun mekanisme pemanfaatan yang sangat efektif dan efisien. Karenanya, kebutuhan hara tanaman selalu terpenuhi, meskipun tumbuh di tanah-tanah tergolong kurang subur. Sebab, kadar unsur hara yang terbatas jumlahnya digunakan secara selektif dan silih berganti yang bergerak dalam suatu daur hara tertutup.
Daur hara tertutup inilah yang dapat menjaga kesuburan tanah. Dalam kawasan hutan, unsur-unsur hara akan banyak disimpan di dalam tanaman untuk jangka waktu tertentu. Kemudian, unsur hara tersebut lepaskan lagi ke dalam tanah setelah proses penguraian dan dalam waktu yang singkat diserap kembali oleh tanaman. Mekanisme tersebut terjadi berulang-ulang. Semakin banyak dan beragam tanaman dalam hutan, semakin banyak dan beragam pula unsur hara yang simpan dalam tanaman. Dengan demikian, hutan yang memiliki banyak jenis tanaman (termasuk hutan rakyat) akan terhindar dari proses pencucian unsur hara.
Kedua, adanya tanaman yang mampu mengikat nitrogen dari udara. Dalam hutan rakyat campuran, terdapat peluang yang sangat besar untuk ditanami jenis-jenis yang mampu meningkatkan kesuburan tanah. Untuk kayu keras, terdapat jenis sengon. Untuk semak belukar dan tanaman pagar, terdapat jenis kaliandra dan kemlandingan. Dan untuk tanaman semusim, penggarap juga sering menanam jenis kacang-kacangan. Semua jenis tanaman ini memiliki kemampuan mengikat nitrogen dari udara, sehigga sangat membantu dalam meningkatkan dan menjaga kesuburan tanah.
Ketiga, pemupukan. Dengan adanya tanaman semusim pada hutan rakyat, pengelola sering menambahkan pupuk (baik pupuk organik maupun anorganik) guna meningkatkan produksinya. Dengan demikian, tanah hutan akan mendapatkan tambahan unsur hara dari luar, sehingga kesuburannya. Akan tetapi, tidak selamanya pemberian pupuk dapat meningkatan kesuburan tanah. Adakalanya, pemupukan juga dapat mengganggu kesuburan tanah bahkan menjadi racun bagi tanaman, yakni pada saat penambahan pupuk buatan secara berlebihan.
Menjaga Kestabilan Suhu Tanah dan Organisme Penghuninya
Bila diamati dari lantai hutan, hutan rakyat campuran akan terlihat memiliki lapisan tajuk yang lebih rapat dibanding hutan rakyat homogen. Secara vertikal, hutan rakyat campuran juga akan membentuk lapisan tajuk yang beranekaragam. Lapisan-lapisan tajuk yang terbentuk sangat mempengaruhi banyaknya sinar matahari yang lolos ke lantai hutan. Semakin rapat tajuk, semakin sedikit sinar matahari yang lolos ke lantai hutan. Dengan demikian, lantai hutan rakyat campuran akan mendapat sinar matahari lebih sedikit dibanding lantai hutan rakyat homogen. Akibatnya, hutan rakyat campuran memiliki lantai tanah yang lebih sejuk.
Rapatnya tajuk dan tumbuhan menjadikan panas yang menerobos tubuh hutan tidak cepat hilang. Pada saat gelombang matahari yang lolos ke lantai hutan dipantulkan, tajuk yang rapat akan menahannya dan memantulkan kembali ke lantai hutan. Keadaan ini menyebabkan suhu tanahnya relatif stabil.
Suhu tanah yang tidak terlalu tinggi tetapi relatif stabil, ditambah kelembaban yang tinggi sangat menguntungkan bagi perkembangan akar tanaman dan aktivits organisme tanah. Pada suhu yang stabil, aktivitas organisme aka berlangsung stabil pula, dan peruraian bahan organik dan penyerapan hara oleh akar berlangsung cukup baik.
Berbeda dengan hutan homogen. Hutan rakyat homogen mempunyai tajuk lebih sedikit, sehingga banyak memeberikan kesempatan cahaya matahari langsung mencapai lantai hutan. Keadaan ini menyebabkan suhu tanah tidak stabil dan tinggi. Peruraian bahan organik berlangsung pada laju lebih tinggi yang menjadikan banyak unsur hara dalam bentuk bebas yang sangat rentan terhadap pencucian.
Mengurangi Karbon Dioksida (CO2) dan Pemanasan Global
Hutan rakyat campuran sangat membantu dalam mengurangi karbon dioksida di udara. Sebagaimana telah disebutkan di awal, hutan rakyat campuran memiliki strata tajuk yang beragam. Dengan adanya pencampuran tanaman kayu keras, buah-buahan, dan tanaman semusim, setiap titik ketinggian kawasan ini akan memiliki naungan. Karbon dioksida yang diserap juga akan merata mulai lapisan tajuk yang paling atas hingga lapisan paling bawah, lantai hutan. Semakin banyak lapisan tajuk, semakin banyak pula karbon dioksida yang diserap.
Berbeda dengan hutan rakyat homogen. Penyerapan karbon dioksida tidak merata. Hutan rakyat homogen hanya memiliki tajuk satu lapis. Karbondioksida yang banyak diserap hanya yang berada dibagian atas saja, sedangkan dibagian bawahnya hanya sedikit. Ringkasnya, hutan rakyat campuran lebih banyak membantu mengurangi karbondioksida dibanding hutan rakyat homogen.
Keberadaan karbon dioksida berkaitan erat dengan pemanasan global. Dengan tingginya kemampuan mengikat karbondioksida dari udara, hutan rakyat campuran memiliki peranan yang lebih besar dalam mengurangi laju pemanasan global. Peranan ini akan lebih besar lagi mengingat kawasan berhutan (maksudnya hutan alam dan hutan tanaman) semakin menipis. Kita tahu bahwa, karbon dioksida merupakan salah satu gas rumah kaca yang berperan pemanasan global. Semakin luas pembangunan hutan rakyat campuran, maka semakin banyak pula karbon dioksida yang diserap, sehingga semakin besar pula peranannya dalam mengurangi laju pemanasan global.
Penahan Erosi dan Pengatur Perputaran Air
Hutan rakyat campuran sangat penting dalam mencegah laju erosi. Setidaknya ada tiga faktor, mengapa hutan rakyat campuran sangat membantu dalam mencegah erosi. Pertama, kerapatan dan lapisan tajuk. Kondisi tajuk memiliki pengaruh terhadap besarnya energi potensial dan kesempatan air hujan meresap kedalam tanah. Tajuk yang rapat dan berlapis dapat mengurangi energi potensial dan energi kinetik air hujan. Air hujan yang tertahan oleh tajuk pepohonan masih memiliki energi potensial, meskipun energinya sudah berkurang. Dengan adanya lapisan tajuk yang berada bawahnya, air hujan tersebut akan ditahan kembali dan energinya menjadi berkurang. Kejadian tersebut akan terus berulang hingga lapisan tajuk paling bawah. Pada saat air hujan tersebut menyentuh lantai hutan, maka kemampuannya memecahkan lapisan tanah sudah mengecil bahkan tidak ada. Jadi, semakin rapat dan banyak lapisan tajuk suatu tanaman, maka semakin besar kemampuannya mengurangi energi potensial air hujan.
Selain itu, tajuk yang rapat juga memberikan kesempatan lebih lama kepada air hujan untuk menyerap ke dalam tanah. Akhirnya, air yang masuk ke dalam tanah lebih besar dibanding air yang mengalir melalui permukaan tanah. Dengan demikian, erosi dan banjir dapat dihindari.
Kedua, perakaran tanaman. Tanaman yang berjejal dalam kawasan hutan akan diikuti pula oleh berjejalnya perakaran dalam tanah. Akar sangat berguna dalam mengikat dan menahan lapisan tanah terutama pada lahan yang miring. Pada saat hujan turun, lapisan tanah yang terikat diikat oleh akar tidak mudah pecah dan terangkut arus air.
Ketiga, pengolahan tanah. Pengolahan tanah yang baik sangat membantu dalam mengurangi laju erosi. Pengolahan tanah sering dilakukan dalam hutan rakyat campuran (yang menerapkan model agroforestry). Dalam pengolahan tanah di lahan yang miring, penggarap sering membuat teras dan sengkedan. Pembuatan teras dan sengkedan ini dapat mencegah terjadinya erosi di kawasan hutan rakyat.
Kesimpulan
Pembangunan hutan rakyat (terutama sistem campuran) telah memberikan banyak manfaat bagi lingkungan. Pembangunan hutna rakyat telah menyediakan habitat baru bagi satwaliar, mampu menjaga kesuburan tanah, mengurangi kadar karbon dioksida dan laju pemanasan global, dan mampu menahan erosi. Ringkasanya, pembangunan hutan rakyat campuran sangat berjasa dalam menjaga kestabilan ekosistem hutan.