Kamis, 19 Juni 2008

KAYU VS NON KAYU

Allah SWT menganugrahi Indonesia dengan sumberdaya alam yang sangat tinggi, tidak terkecuali sumberdaya flora dan fauna yang terkandung dalam kawasan hutan. Menurut data yang dihimpun oleh Bappenas (1993), hutan tropis Indonesia memiliki sekitar 25.000 jenis tumbuhan berbunga, 1.519 jenis burung, 600 jenis reptilia, 515 jenis mamalia, 270 jenis amfibia, dan untuk jenis ikan sekitar 25% dari total jenis ikan yang ada di muka bumi ini. Tingginya keanekaragaman hayati ini telah menempatkan Indonesia pada peringkat ketiga sebagai negara megabiodiversity setelah Brazil dan Zaire.

Kayu merupakan hasil hutan yang telah diandalkan sebagai modal pembangunan nasional. Pada tahun 1977, total produksi kayu bulat Indonesia mencapai 28 juta meter kubik, paling sedikit 75 persen diantaranya diekspor (Romm, 1980). Pada tahun 1979 Indonesia menjadi produsen kayu bulat tropis terbesar di dunia, menguasai 41 persen pangsa pasar dunia (2,1 miliar dolar). Nilai ini menunjukkan volume ekspor kayu tropis lebih besar dari gabungan ekspor Afrika dan Amerika Latin (Gillis, 1988).

Sayangnya, pemanfaatan sumberdaya hutan yang terfokus kepada kayu ini telah menyebabkan rusaknya sebagian besar hutan Indonesia sehingga produksi kayu pun menurun. Pada periode tahun 1985 hingga 1997, Indonesia telah kehilangan sekitar 17 persen kawasan. Untuk tahun 1980-an, luas hutan yang hilang dari bumi Indonesia sekitar satu juta hektar setiap tahunnya, dan sekitar 1,7 juta ha per tahun pada tahun 1990-an. Sejak tahun 1996, laju kerusakan hutan makin meningkat, mencapai 2 juta ha per tahun (Holmes, 2000). Menurut data dari Badan Planologi Departemen Kehutanan (2003), total luas kerusakan hutan Indonesia mencapai 101,79 juta hektar.

Untuk mengurangi laju kerusakan dan menambah nilai manfaat sumberdaya hutan, perlu ada upaya pengembangan pemanfaatan hasil hutan yang mengarah pada non kayu. Mengingat di dalam kawasan hutan banyak sekali flora yang berestetika tinggi, pengembangan tanaman hias dapat dijadikan salah satu alternatif untuk tujuan tersebut. Beberapa contoh flora hutan yang sangat berpotensi untuk dijadikan tanaman hias dan bernilai ekonomi tinggi adalah kantong semar, anggrek, aglonema, anthurium, dan kelompok paku-pakuan.

Akhir-akhir ini, permintaan luar negeri terhadap tanaman hias cukup tinggi dan meningkat sehingga berpotensi meningkatkan pendapatan petani dan sebagai sumber devisa negara. Kontribusi PDB dari komoditas tanaman hias telah menempatkan PDB hortikultura berada pada urutan kedua setelah tanaman pangan. Nilai PDB tahun 2006 mencapai Rp. 5.719 miliar, pada tahun 2005 mencapai Rp. 4.662 miliar, dan tahun 2004 mencapai Rp. 4.609 miliar. Produksi tanaman hias utama tahun 2005 menurut sumber BPS untuk anggrek 7.902.403, anthurium 2.615.999, anyelir 2.216.123, gerbera 4.065.057, gladiol 14.512.619, heliconia 1.131.568, krisan 47.465.794, mawar 60.719.517 dan sedap malam 32.611.284.
Sedangkan dracaena 1.131.621 batang, melati 22.552.537 kilogram dan palem 751.505 pohon (Sinar Tani, 2007).

Kini sudah saatnya mengalihkan penekanan pemanfaatan sumberdaya hutan dari kayu ke non kayu. Hutan lestari, rakyat menari, negara berseri. Semoga.

Tidak ada komentar: