Selasa, 10 Juni 2008

ANTARA BBM, KINCIR AIR, DAN PENGHIJAUAN HUTAN

Musim kemarau sudah tiba. Ini sebuah pertanda, berbagai cerita kekurangan air untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidup akan segera dimulai, tak terkecuali air untuk kebutuhan pertanian. Menghadapi musim ini, para petani harus benar-benar memutar otak agar padinya tetap mendapatkan pasokan air sehingga tidak gagal panen dan dapurnya tetap ngebul.
Pasca kenaikan BBM, hidup petani semakin terhimpit. Selain harus mengeluarkan uang belanja tambahan karena melonjaknya harga-harga bahan pokok, para petani juga harus mengeluarkan uang tambahan untuk membeli BBM yang harganya merangkak 30 persen. Bantuan langsung tunai yang besarnya 100 ribu rupiah tidaklah cukup untuk menutupi kekurangan belanja akibat adanya kenaikan BBM tersebut. Kondisi ini belum lagi ditambah dengan naiknya harga pupuk sehingga uang tambahan yang harus dikeluarkan makin besar.
Untuk sawah-sawah yang terbentang di sepanjang sempadan sungai, pembuatan kincir air bisa dijadikan salah satu alternatif dalam mengatasi kekeringan. Sebenarnya, pembuatan kincir air sering dilakukan oleh para petani jaman dulu untuk mengairi sawahnya. Namun, setelah adanya mesin pompa air, para petani lebih memilih untuk menggunakan mesin tersebut karena menurut petani lebih praktis. Kini, setelah naiknya harga BBM, penggunaan mesin pompa air bukan lagi pilihan yang praktis melainkan pilihan yang memberatkan. Misalkan saja sekali pompa menghabiskan dua liter bensin, maka petani harus mengeluarkan uang sebesar Rp 12.000,00. Seandainya dalam seminggu petani harus mengairi sawahnya dua kali, maka total uang yang harus dikeluarkan oleh petani dalam sebulan sebesar Rp.96.000,00. Jadi hingga panen, besarnya uang yang harus dikeluarkan untuk menyiram saja tidak kurang dari tiga ratus ribu rupiah. Ini tentunya belum termasuk uang sewa pompa air (bila menyewa). Karena itu, kembali kepada penggunaan kincir air dapat mengurangi biaya produksi yang harus dikeluarkan.
Selain hemat biaya, penggunaan kincir air juga memiliki banyak keuntungan. Pertama, bahan baku mudah didapat. Untuk membuat kincir air tidak perlu mendatangkan bahan baku dari luar daerah terlebih lagi harus mengimpor (?). Bahan baku yang digunakan untuk membuat kincir air tersebut adalah bambu, papan, dan paku. Bambu digunakan untuk jari-jari kincir dan penampung air. Papan ditempatkan di ujung jari-jari dan berguna untuk menahan arus air sehingga kincir bisa berputar. Tentunya, paku sangat berguna untuk menyatukan antara komponen yang satu dengan yang lainnya. Jadi, kecuali paku, hampir 99 persen bahan baku kincir bisa diperoleh dari lingkungan sekitar/setempat. Kedua, hemat energi. Energi yang digunakan untuk menggerakan kincir air adalah arus air sungai sehingga tidak diperlukan bahan bakar fosil atau BBM. Oleh karena itu, penggunaan kincir air tidak akan meningkatkan penggunaan BBM. Sebaliknya, penggunaan kincir air telah mengurangi ketergantungan petani dari pemakaian BBM sehingga cadangan BBM di alam bisa sedikit dipertahankan.
Ketiga, ramah lingkungan. Sebagaimana pada alasan pertama, bahan baku yang digunakan berasal dari bahan yang mudah terbarukan. Kendatipun sudah tidak dipakai lagi, bahan-bahan tersebut bisa dibuka untuk kemudian dijadikan kayu bakar. Selain itu, energi yang digunakan berupa arus air, bukan bahan bakar fosil atau BBM. Dengan demikian, pembuatan kincir air merupakan upaya pengairan sawah yang ramah lingkungan. Keempat, mudah dikerjakan. Karena bentuknya cukup sederhana, pembuatan kincir air tidak memerlukan pengetahuan dan keterampilan khusus. Karena itu, setiap petani dipastikan tidak akan mengalami kesulitan dalam membuat kincir air ini. Kelima, mampu mengairi lahan yang cukup luas. Dengan menempatkan kincir air di sebelah hulu, maka sawah-sawah yang berada di sebelah hilir akan mudah untuk terairi.
Namun demikian, pembuatan kincir air tidak berarti tidak memiliki kendala dan kelemahan. Pertama, kincir air umumnya hanya sekali pakai. Karena mudah rusak, pada musim kemarau mendatang, para petani harus membuat kincir air yang baru. Namun, permasalahan ini tidak terlalu berarti karena bahan bakunya mudah didapat dan pengerjaannya tidak terlalu sulit. Kedua, perputaran kincir air sangat dipengaruhi oleh debit air sungai. Dewasa ini, sebagian besar sungai hanya mengalirkan air hingga awal musim kemarau. Memasuki pertengahan musim kemarau, sungai-sungai ini mulai mengering sehingga kincir tidak bisa berputar dan mengairi sawah. Jadi, tidak memadainya debit sungailah yang menjadi kendala utama dalam pembuatan kincir air ini.
Meski memerlukan jangka waktu yang cukup panjang, penghijauan di daerah hulu merupakan kunci untuk mengatasi kekeringan ini. Dewasa ini, daerah-daerah yang berada di hulu sudah banyak dikonversi untuk lahan-lahan perkebunan dan pertanian, dan peruntukan lainnya. Seharusnya, lahan-lahan di daerah hulu ini dipertahankan sebagai areal berhutan. Sayangnya, konversi lahan tersebut menyebabkan lahan-lahan ini menjadi terbuka. Pada lahan yang terbuka, penguapan akan tinggi dan air hujan yang dialirkan melalui permukaan akan lebih besar dari pada yang diserap oleh tanah. Tingginya penguapan dan rendahnya penyerapan air oleh tanah menyebabkan persediaan air tanah menurun dan cepat habis. Karena itu, pada saat memasuki musim kemarau, air tersebut sudah tidak bisa lagi mengairi sungai.
Dengan adanya penghijauan, fungsi ekosistem hutan di daerah hulu menjadi pulih seperti semula. Sebab, penghijauan menyebabkan lahan-lahan kembali tertutup. Kemudian, lahan yang tertutup ini menyebabkan penguapan air tanah di kawasan tersebut menjadi berkurang. Selain itu, tanaman penghijauan juga dapat memberikan kesempatan lebih lama kepada air hujan untuk meresap ke dalam tanah. Berkurangnya tingkat penguapan dan bertambahnya kemampuan tanah dalam menyerap air hujan menyebabkan persediaan air tanah kembali meningkat. Karena itu, pada saat musim kemarau air akan tetap mengairi sungai.
Penggunaan kincir air untuk mengairi sawah sangat diperlukan di tengah-tengah meningkatnya harga BBM. Namun, lebih penting lagi adalah melakukan penghijau di daerah-daerah hulu dan lahan kosong.

Tidak ada komentar: